Beranda | Artikel
Wara Dalam Hal Ucapan
Senin, 24 Agustus 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Wara’ Dalam Hal Ucapan adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Aktualisasi Akhlak Muslim. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 5 Muharram 1442 H / 24 Agustus 2020 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Wara’ Dalam Hal Ucapan

Kita sudah membahas beberapa hal yang berkaitan dengan wara’, diantaranya adalah bentuk-bentuk wara’. Ada beberapa bentuk-bentuk wara’. Pada pertemuan terakhir kita membahas dua bentuk wara’, yaitu wara’ dalam hal penglihatan dan wara’ dalam hal pendengaran.

Wara’ dalam hal penglihatan adalah tidak melemparkan pandangan mata kepada perkara-perkara yang diharamkan Allah. Bahkan menahan pandangan dari perkara-perkara yang apabila berpotensi memalingkan hati kita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berpesan kepada kita di dalam Surat An-Nur ayat 30-31:

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya…” (QS. An-Nur[24]: 30)

Demikian juga pesan Allah kepada wanita-wanita mukminah:

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya…” (QS. An-Nur[24]: 31)

Ini adalah pesan Allah kepada kaum muslimin dan muslimat: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman dan katakanlah para perempuan yang beriman agar mereka semua menjaga pandangan mereka dan memelihara kehormatan diri mereka.” Dan salah satunya adalah kita menahan pandangan mata.

Pandangan mata adalah salah satu anak panah dari anak panah yang dilepaskan oleh iblis. Apabila kita tidak dapat mengendalikannya, maka itu dapat mengotori hati. Ibarat kata pepatah: “Dari mata turun ke hati,” apa yang kita lihat itu mempengaruhi suasana hati kita. Dalam banyak hal, pandangan mata dapat mempengaruhi apa yang ada di dalam hati.

Sebagai contoh, ada sebagian orang pergi ke pasar tujuannya untuk cuci mata, lihat-lihat saja, tidak ada niatan untuk belanja. Tapi sesampainya di pasar kemudian dia melihat ini dan itu, yang sebelumnya tidak ada niatan untuk membeli, akhirnya apa yang dia lihat dia beli. Maka salah satu trik pedagang adalah lihat dulu barangnya. Karena kalau belum kita lihat, mungkin belum terbetik dalam hati kita untuk membeli. Tapi begitu kita melihatnya, yang sebelumnya tidak ada niatan beli, jadi beli. Itulah pengaruh pandangan mata, sangat mempengaruhi apa yang digerakkan oleh hati kita.

Hati kita akan tergerak mengikuti apa yang dilihat oleh mata. Dan apa yang dilihat oleh mata ini terekam. Sehingga ada jenis mimpi yang merupakan mimpi biasa atau bunga-bunga tidur, yaitu sesuatu yang pernah kita lihat. Begitulah pandangan mata itu benar-benar mempengaruhi suasana hati seseorang. Maka dari itu menjaga pandangan mata merupakan salah satu perintah di dalam agama seperti yang disebutkan di dalam surat An-Nur ayat udah 30-31 tadi. Bahkan dalam perkara-perkara yang mubah sekalipun, kita tidak haram melihatnya, tapi apabila hal itu berpotensi memalingkan hati dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka kita menjaga pandangan mata kita.

Saking susahnya menjaga pandangan mata, syariat memberikan kompensasi atau rukhsah atau kemaafan.

النظرة الاولى لك والثانية عليك

“Pandangan pertama dimaafkan, pandangan kedua adalah dosa bagimu.”

Hal ini karena saking susahnya kita menjaga pandangan mata. Maka pandangan pertama yang mungkin tidak bisa kita hindari itu dimaafkan, tapi berikutnya menjadi dosa karena sudah ada niatan. Maka perlu kita menanamkan wara’ di dalam penglihatan kita.

Yang sudah kita bahas juga adalah wara’ dalam hal pendengaran. Maksudnya adalah tidak membiarkan telingan mendengarkan ucapan-ucapan yang dilarang yang bisa melenakan hati dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seperti kata-kata kotor, musik, nyanyian, dan hal-hal yang tidak pantas untuk didengar, kata-kata kufur, kata-kata yang buruk, ini hendaknya kita menamah pendengaran kita dari mendengarnya. Juga termasuk yang bisa membawa kita kepada dosa adalah mendengarkan ghibah. Ini yang sebagian orang lupa bahwa mendengarkan ghibah, kalau kita tidak lakukan kewajiban kita yaitu menghentikan ucapan gibah atau kita bearnjak darinya, maka kita kena dosanya. Tapi yang terjadi adalah ketika kita mendengarkan ghibah, kita seolah-olah terpaku di situ, kita ikut asik mendengarkannya, padahal itu adalah dosa jika kita tidka melakukan kewajiban ketika mendengarkan ghibah itu.

Ada semacam syubhat bagi seseorang, yaitu ketika dia mendengarkan ghibah, mungkin dia berkata dalam hatinya bahwa itu bukan suatu hal yang dosa seperti mendengar musik atau mendengar yang lainnya. Sehingga dia asik mendengarkan ghibah itu tanpa melakukan kewajiban. Maka hendaklah kita wara’ dalam hal pendengaran.

Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian

Download mp3 yang lain tentang Aktualisasi Akhlak Muslim di sini.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48910-wara-dalam-hal-ucapan/